SEJARAH SINGKAT DESA NGURENREJO KECAMATAN WEDARIJAKSA

  • Feb 06, 2019
  • ngurenrejo

SEJARAH SINGKAT

DESA NGURENREJO KECAMATAN WEDARIJAKSA

( Bagian : I )

Pada jaman dulu kala di sekitar tepian sungai Gung Wedi (anak sungai Silugonggo Juwana) wilayah barat (brang kulon, wilayah Carang Soko) berdiamlah seorang utusan/duta dengan sebutan Singo dari daerah timur (ikut wilayah Majapahit) bernama Ki Ageng Singo Padu, bersama istrinya yang bernama Nyai Ageng Supiyah. Mereka berdua menjalani hidup dan kehidupannya sehari-hari di wilayah tersebut, yang diawali dengan mengolah tanah atau bercocok tanam dengan cara menebang pohon-pohon aren (pohon kolang-kaling) yang banyak tumbuh-kembang di wilayah dimana mereka bertepat tinggal. Karena kepeloporannya dalam olah tanah untuk pertanian oleh penduduk setempat Ki Ageng Singo Padu dianggap sebagai pembesar atau tokoh dan panutan dalam berperilaku dan bercocok tanam. Dan karena di wilayah tersebut banyak tumbuh pohon aren, maka oleh Ki Ageng Singo Padu wilayah tempat tinggal mereka yang telah berubah menjadi daerah pertanian diberi nama “Nguren” dari istilah “ngupokoro lemah aren” yang dapat diterjemahkan secara bebas “mengolah tanah bekas tumbuhan aren”. Wilayah Nguren terdiri atas banyak perdukuhan, seperti dukuh Bumi, Sepenggung, Selorok dan Ngawen yang berada di bagian selatan, sedangkan di bagian utara yang terbelah oleh sungai Gung Wedi terdiri atas dukuh Koki, Rejo, Soko, Ketegan dan Kedung Singkil.

Pada jaman pemerintahan Kadipaten Carang Soko (salah satu wilayah cikal bakal Kabupaten Pati), wilayah Nguren masuk dalam kekuasaan adipati Handung Joyo yaitu adipati di kadipaten Carang Soko. Dan karena kemampuan, wibawa, ketokohan serta keahlihannya berolah tanam, Ki Ageng Singo Padu diangkat menjadi Patih Carang Soko sekaligus merangkap sebagai Jaksa Tunggal di Kadipaten Carang Soko[1]. Juga pernah diangkat sebagai senopati perang ketika terjadi perang melawan Kadipaten Parang Garudo (juga salah satu cikal bakal Kabupaten Pati). Beberapa kasus besar yang pernah terjadi di wilayah kekuasaan Carang Soko dapat diselesaikan dengan baik, adil dan bijaksana oleh Ki Ageng Singo Padu. Diantaranya kasus pembunuhan yang terjadi di wilayah Jontro (ikut wilayah kadipaten Carang Soko) dimana ketika itu kasus pembunuhan tersebut melibatkan para pembesar dari kadipaten Carang Soko maupun kadipaten Parang Garudo.

Disamping menjalankan tugas utama sebagai patih maupun jaksa, Ki Ageng Singo Padu ketika turun istana dan berada di bumi Nguren, beliau mendidik dan mengajari warga Nguren tentang olah tanah dan olah tanam padi. Hingga pada akhirnya wilayah Nguren menjadi daerah pertanian yang subur makmur, warganya giat bercocok tanam, dan menjadikan pertanian sebagai mata pencaharian utama sehari-hari sampai saat sekarang. Awal bercocok tanam setiap tahunnya selalu dimulai pada hari Minggu Kliwon bulan Apit tahun Jawa pada musim labuhan (jelang musim penghujan). Sehingga pada hari tersebut setiap tahunnya dijadikan hari Bersih Desa atau Sedekah Bumi secara adat dan turun temurun[2]. Oleh Ki Ageng Singo Padu wilayah Nguren sebelah Selatan diberi julukan “Nguren Bumi” sedang wilayah bagian utara dijuluki “Nguren Koki”. Ketika akhir hayatnya Ki Ageng Singo Padu beserta istri dimakamkan di Nguren Koki (sekarang menjadi Desa Ngurenrejo).

Dalam sejarah perkembangan desa pada masa penjajahan kolonial Belanda dimana pertama kali dikenal istilah Desa, maka wilayah Nguren secara pemerintahan dibagi menjadi 2 (dua) Desa. Sebelah selatan diberi nama Desa Ngurensiti (siti=bumi, dalam bahasa Indonesia) yang meliputi dukuh Bumi, Sepenggung, Selorok dan Ngawen[3]. Sedangkan yang berada di sebelah utara diberi nama Ngurenrejo yang meliputi dukuh Koki, Rejo, Soko, Ketegan dan Kedung Singkil[4].

Pada jaman pemerintahan Kadipaten Pesantenan hingga berubah menjadi Kabupaten Pati, Desa Ngurensiti dan Desa Ngurenrejo termasuk wilayah administratif Kabupaten Pati. Masing-masing Desa tersebut di atas dipimpin oleh seorang Kepala Desa. Sejalan dengan Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, kedua Desa tersebut yakni Desa Ngurensiti dan Desa Ngurenrejo ditetapkan secara resmi status Desanya berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Pati Nomor 12 Tahun 2014 tentang Penetapan Desa[5].

Hingga saat sekarang peninggalan Ki Ageng Singo Padu yang masih ada dan bisa dilihat yaitu Makam Ki Ageng Singo Padu beserta istri dan para kerabat di Komplek Pesarean Singo Padu Desa Ngurenrejo Kecamatan Wedarijaksa Kabupaten Pati, dan benda-benda purbakala sarana membatik seperti jembangan peninggalan Nyi Ageng Supiyah istri Ki Ageng Singo Padu.

Sebagai bentuk penghormatan atas jasa Ki Ageng Singo Padu, oleh warga Desa Ngurensiti-Ngurenrejo mengadakan ziarah, tahlil, sedekah di makam setiap malam Jum’at atau hari-hari ketika warga punya hajatan. Begitu juga yang datang para peziarah dari berbagai Desa disekitarnya bahkan ada yang berasal dari luar daerah Kabupaten Pati. Dan setiap tanggal 1 Syuro tahun Jawa diadakan penghormatan dengan berbagai kegiatan ritual. ——masih berlanjut—— [1] Serat Babad Pati oleh KM. Sosrosumarto, dkk. [2] Hasil wawancara dengan Suhud, juru kunci Makam Ki Ageng Singo Padu. [3] Hasil wawancara dengan Sunardi, Kepala Desa Ngurensiti. [4] Hasil wawancara dengan Sudiyono, Kepala Desa Ngurenrejo. [5] Perda Kabupaten Pati No.12 Tahun 2014, Bagian Hukum Setda Pati.